Masih Ada Pelaku Peternakan dan Pemilik Perusahaan Penggemukkan Sapi Yang Tidak Perduli Terhadap Efek Samping Penggunaan BA2 Pada Pakan Sapi Terhadap Kesehatan Manusia
Ditemukannya sapi-sapi impor hasil penggemukan yang berbobot 600 kg lebih ketika dipotong menunjukkan lemak yang sangat tipis bahkan hampir tidak ada lemak dan daging sapi terlihat sangat kencang berotot menimbulkan kecurigaan akan masih maraknya penggunaan beta agonis 2 dalam pakan sapi sebagai feed additive. Memang harus dibuktikan dengan sampel hati dan daging dari sapi tersebut dengan uji lab untuk mengetahui ada tidaknya residu kandungan salbutamol dan jenis obat beta 2 agonis dalam sampel tersebut.
Tetapi secara kasat mata sebenarnya pelaku peternakan sapi impor, baik itu jagal maupun peternak sudah paham jika sapi impor yang dikebiri pada bobot besar hingga diatas 600 kilogram tidak ada lemak maka perlu dicurigai adanya penggunaan BA 2 apalagi jika fisik sapinya terlihat lebih berotot dan hasil karkasnya sangat tinggi. Hal tersebut adalah ciri kasat mata yang sudah dikenal kalangan jagal di rph tentang adanya penggunaan agonis beta 2 untuk menggemukkan sapi tersebut dan mengurangi lemaknya.
Karena secara normal atau alamiah, sapi impor yang dikebiri tetap akan semakin banyak perlemakkannya seiring dengan pertambahan bobot badannya. Lemak yang semakin tebal akan menurunkan kualitas karkas dan juga daging karena daging berlemak tidak disukai oleh pelanggan.
Penggunaan feed additive atau tambahan pakan ilegal seperti beta agonist-2 (BA2), oleh oknum perusahaan untuk memacu pertumbuhan daging sapi supaya cepat gemuk.
Penggunaan obat tersebut sudah dilarang oleh Menteri Pertanian melalui Surat Edaran Dirjen Peternakan, Kementerian Pertanian Nomor 30059/HK.340/F/11/2011 tanggal 30 November 2011.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Ali Agus, mengatakan, dugaan kasus penggunaan obat jenis beta agonist 2 oleh sebagian besar industri penggemukan sapi (feedlot) sangat memprihatikankan.
Menurut dia, kejadian ini perlu disikapi secara serius untuk ketenteraman batin konsumen, dan kelangsungan industri peternakan sapi nasional.
"Pemerintah perlu melakukan penegakan hukum yang ketat dan adil. Baik terhadap perorangan, perusahaan atau pihak yang sengaja mengedarkan, memperdagangkan dan menggunakan BA2 dan TBA untuk keuntungan ekonomi yang bersangkutan tanpa memperdulikan keamanan pangan dan ketentraman batin konsumen," katanya.
Efek samping dari mengkonsumsi daging sapi hasil penggemukan dengan senyawa Beta Agonist 2 sangat berbahaya.
Residu Beta Agonist 2 pada daging sapi tidak akan hilang meski daging dipanaskan dalam suhu tinggi.
Sehingga residu dari obat tetap akan terdapat di dalam daging dan terutama pada jeroan seperti hati sapi.
“Apabila residu di atas batas lethal maka dampak yang paling sederhana adalah hipotensi,” ujar Ahli Gizi Dr. Peni Hedi, MKM(Gz) dalam pernyataannya.
Untuk diketahui hipotensi adalah keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih rendah dibandingkan normal dan biasa disebut tekanan darah rendah.
Saat darah mengalir melalui arteri, darah memberikan tekanan pada dinding arteri, tekanan itulah yang dinilai sebagai ukuran kekuatan aliran darah.
Peni menjelaskan pada seseorang yang memiliki riwayat lemah jantung jika mengkonsumsi daging sapi mengandung Beta Agonist 2 akan langsung kolaps.
"Akibatnya bisa Kolaps,”kata Peni.
Selain di Indonesia, Beta Agonist sudah dilarang di 130 negara di seluruh dunia.
Penggunaan obat terlarang pada makanan dapat membuat karkas sapi menjadi lebih keras dan komposisi lemak berkurang.
Disebut beta-2 agonis karena obat-obatan ini mengaktifkan reseptor beta-2 pada otor di sekitar saluran napas. Aktifnya reseptor beta-2 akan melemaskan otot-otot di sekitar saluran napas sehingga napas menjadi lega.
Merujuk pada jurnal EuroMed yang menyebutkan bahwa jika penggunaan beta-2 agonis pada sapi akan mengakibatkan residu pada daging sapi. Hal ini memberikan dampak negatif pada manusia yang mengkonsumsinya.
Konsumsi daging sapi mengandung beta-2 agonis dalam jangka panjang, dapat menyebabkan Efek samping obat seperti menggunakan obat agonis adrenoseptor beta-2 yaitu tremor (terutama di tangan), ketegangan, sakit kepala, kram otot, dan palpitasi.
Efek samping lain termasuk takikardi, aritmia, vasodilatasi perifer, gangguan tidur dan tingkah laku. Bronkospasme paradoksikal, urtikaria, angiodema, hipotensi, dan kolaps juga telah dilaporkan. Agonis adrenoseptor beta-2 menyebabkan hipokalemi pada dosis tinggi. Nyeri dapat terjadi pada pemberian injeksi intramuskular.
Salbutamol dan Clenbuterol telah digunakan sejak tahun 1960-an sebagai suplemen untuk menggemukkan sapi potong, babi, dan ayam broiler. Kedua obat itu meningkatkan massa otot dan membuat pemberian pakan lebih efisien.
Namun, pengalaman warga keracunan setelah mengonsumsi daging hati yang mengandung Salbutamol dan Clenbuterol mulai muncul tahun 1990-an awal. Warga menunjukkan gejala keracunan, seperti detak jantung tidak normal, gemetaran, sakit kepala, dan pusing. Laporan keracunan itu muncul di Amerika Serikat, Spanyol, dan Perancis. Dalam kasus di Spanyol tahun 1992, misalnya, dari 113 kasus keracunan yang dilaporkan, separuhnya menunjukkan gejala-gejala tersebut. Hasil penelitian menunjukkan, residu terbanyak terkumpul di paru-paru, hati, dan ginjal sapi.
Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati mengonsumsi daging dan jeroan, seperti paru-paru atau hati sapi yang populer di Indonesia. Jika Anda mengalami gejala seperti detak jantung tidak normal, gemetaran, sakit kepala, atau pusing setelah mengonsumsi daging, hati, atau paru-paru sapi, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Jangan-jangan Anda keracunan Salbutamol dan Clenbuterol.
BA 2 JENIS OBAT PERNAFASAN (BRONKODILATOR)
Bronkodilator adalah kelompok obat yang digunakan untuk melegakan pernapasan, terutama pada penderita penyakit asma. Penderita asma akan mengalami penyempitan dan penumpukan lendir atau dahak di saluran pernapasan. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan berupa batuk, sesak napas, dan mengi. Untuk meredakan kondisi tersebut, dapat diberikan obat bronkodilator. Selain untuk meredakan asma, bronkodilator juga dapat digunakan untuk meredakan gejala penyakit paru kronis.
Bronkodilator bekerja dengan cara melebarkan bronkus (saluran pernapasan) dan merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan sehingga proses bernapas menjadi lebih ringan dan lancar. Obat ini sering diberikan pada orang yang memiliki keluhan napas berat.
Ada tiga jenis obat bronkodilator yang umum digunakan, di antaranya:
- Antikolinergik, contohnya ipratropium dan glycopyrronium.
- Agonis beta-2, contohnya salmeterol, salbutamol, procaterol, dan terbutaline.
- Methylxanthines, contohnya teofilin dan aminofilin.
Berdasarkan waktu kerjanya, bronkodilator dibagi menjadi dua, yaitu reaksi cepat dan reaksi lambat. Bronkodilator reaksi cepat diberikan untuk seseorang yang mengalami gejala sesak napas secara tiba-tiba. Sedangkan bronkodilator reaksi lambat biasanya ditujukan untuk mengontrol gejala sesak napas pada penderita penyakit paru-paru kronis atau asma.
Peringatan:
- Jangan menggunakan bronkodilator bersamaan dengan obat-obatan lainnya tanpa petunjuk dari dokter, karena dikhawatirkan dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan.
- Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah menggunakan bronkodilator, segera temui dokter.
- Ibu hamil, ibu menyusui, atau wanita yang sedang merencanakan untuk hamil, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter sebelum menggunakan obat bronkodilator.
Bronkodilator tipe agonis beta-2 harus digunakan secara hati-hati oleh penderita:
- Hipertiroidisme
- Penyakit jantung dan pembuluh darah
- Diabetes
- Tekanan darah tinggi
- Aritmia
- Pembesaran kelenjar prostat (Benign prostate hyperplasia)
- Glaukoma
- Sumbatan pada saluran kemih
- Penyakit liver
- Epilepsi
- Tukak lambung
Pelarangan penggunaan obat hewan tersebut setelah terbitnya surat edaran Dirjen Peternakan, Kementerian Pertanian Nomor 30059/HK.340/F/11/2011 tanggal 30 November 2011 mengenai pelarangan peredaran dan penggunaan obat-obatan kelompok beta agonist 2 dan turunannya di Indonesia.
Pelarangan pemerintah tersebut dilandasi Undang-undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam Pasal 50 ayat 1 menyatakan setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia yang mengakibatkan terjadinya residu pada produk hewan tersebut.
Namun dari hasil monitoring dan surveilans yang dilakukan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH), Maret 2015 masih ditemukan perusahaan penggemukan sapi yang menggunakan obat hewan jenis beta agonist 2 (Clenbuterol/Salbutamol) dalam pakan sapi potong. Baik dalam feed additive maupun pakan ternak.
Berdasarkan temuan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) pada Maret 2015 terduga adalah PT. GPDM, PT. ISM, PT. LAL, PT. TUM, PT. EI, PT. NTF, PT. GGLCorporation, PT. CMT, PT. WMP dan PT. RAI.
Perusahaan-perusahaan tersebut berlokasi di Sumatera Utara, Lampung, Banten dan Jawa Barat.
Link :DEMI UNTUNG BESAR, LARANGAN PENGGUNAAN BA-2 Yang Berbahaya Dalam Pakan Sapi Masih Terus Dilanggar ?