Label:
Cara Ampuh Biar Gacor,
Cara melatih mental petarung,
Informasi Rawatan Burung Kicau,
Teknik Biar Gacor,
Tips Saat Mabung
Mengenal Lebih Dalam Jenis Hijauan Pakan Ternak Sapi Sumber Protein:
Menurut Muelen et. al., (1979) lamtoro dapat digunakan untuk makanan ternak dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena lamtoro mudah ditanam, cepat tumbuh, produksi tinggi dan komposisi asam amino yang seimbang.
Eniolorunda (2011) melaporkan komposisi proksimat tepung daun lamtoro adalah 88,2% bahan kering, 21,8% protein kasar, 15,1% serat kasar, 3,1% abu, 8,6% ekstrak eter, dan 50,7% BETN. Ayssiwede, et al. (2010) melaporkan hasil penelitian dari beberapa peneliti bahwa lamtoro penting sebagai sumber bahan pakan karena kaya akan protein, asam-asam amino esensial, mineral, karotenoid dan vitamin. Lamtoro termasuk hijauan yang bernilai gizi tinggi namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak pemberiannya perlu dibatasi.
Lamtoro mengandung zat anti nutrisi yaitu asam amino non protein yang disebut mimosin, yang dapat menimbulkan keracunan atau gangguan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Haryanto, 1993 dan Siregar, 1994). Mimosin mempunyai rumus kimia ß-N-(3hydroxypyridone-4)-a-amino-propenoic acid. Gangguan kesehatan tersebut biasanya ditandai dengan rambut rontok, pertumbuhan lambat, dan pembengkakan kelenjar gondok (Siahaan, 1982).
Zat anti nutrisi Iainya yang terkandung di dalam Iamtoro yaitu asam sianida (HCN) yang berpengaruh buruk karena dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan kelenjar tiroid pada ternak. Asam sianida dapat menyebabkan keracunan akut (mematikan) dan keracunan kronis. Pada dosis rendah HCN yang masuk dalam tubuh ternak dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menurunkan kesehatan ternak.
Penggunaan Daun Lamtoro pada domba
Menurut Wina (1982) penambahan daun Iamtoro sampai dengan 30% pada domba yang diberi ransum dasar rumput gajah menunjukkan nilai koefisien cerna protein, bahan organik dan energy yang lebih tinggi dari pada kaliandra dan gamal, namun tidak berbeda dalam pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum (bahan kering, bahan organik dan energi).
Penggunaan Daun Lamtoro Pada Kelinci
Yurmiaty dan Suradi. 2007 menyatakan bahwa penggunaan 10% daun lamtoro dalam ransum dapat meningkatkan berat, luas dan tebal pelt, namun apabila penggunaan daun lamtoro ditingkatkan menjadi 20% akan diikuti dengan penurunan berat, luas dan tebal pelt (kerontokan bulu). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian daun lamtoro dapat meningkatkan produksi kulit apabila diberikan sebanyak 10 % dalam ransum. (Pelt adalah bulu yang telah ditanggalkan dari tubuh ternak).
Penggunaan Daun Lamtoro Pada Ayam Pedaging
Dalam penelitiaanya Mandey et. al., 2015 yang berjudul Manfaat Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala Dalam Pakan Ayam Pedaging Diukur Dari Penampilan Produksi menyimpulkan bahwa pakan dasar ayam pedaging dapat digantikan dengan tepung daun lamtoro sampai 20%.
Penggunaan Daun Lamtoro Pada Sapi PO.
Wahyuni dkk. (1981) melaporkan hasil percobaan pada sapi PO (Peranakan Ongole) yang diberi ransum pokok rumput lapangan ditambah daun lamtoro sebanyak 0%, 20%, 40%, 60% dan 100% yang memberikan pertambahan bobot badan harian masing-masing sebesar 0,02 kg, 0,29 kg, 0,54 kg dan 0,57 kg dan 0,38 kg . Pemberian lamtoro 40% dan 60% adalah terbaik bila dibandingkan dengan pemberian lamtoro sebanyak 0%, 20% dan 100%. Selain itu selama 26 minggu (182 hari) dilakukan percobaan tidak terlihat adanya gejala keracunan pada ternak.
Daun Pohon Indigofera Sp
Ciri–ciri legum Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas (Skerman 1982), saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivor merupakan potensi yang baik sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi-kering dan daerah kering (Hassen et al. 2004, 2006).
Beberapa spesies di Afrika dan Asia telah dilaporkan dapat digunakan sebagai hijauan (I. hirsuta, I. pilosa, I. schimperi Syn, I. oblongifolia, I. spicata, I. subulata Syn, dan I. trita) dan tanaman penutup tanah (cover crop) (I. hirsuta dan I. trita) (Hassen et al. 2007).
Spesies lain, seperti I. arrecata Hochst.ex A.Rich., I. articulata Gouan, I. suffruticosa Mill. dan I. tinctoria L., juga digunakan sebagai bahan pewarna, pakan ternak, pastura Vol. 2 No. 1 : 30 - 33 ISSN : 2088-818X 31 pelindung tanah, tanaman penutup humus, kontrol erosi dan tanaman hias (Schrire 2005). Sekitar 50% jenis Indigofera spp. yang ada beracun dan hanya 30% yang palatable (Strickland et al. 1987), akan tetapi jenis yang palatable memiliki potensi yang besar sebagai hijauan pakan, sedangkan jenis yang tidak palatable (beracun) sangat cocok sebagai cover crop terutama pada daerah kering, semi kering dan gurun (Hassen et al. 2006).
Indigofera spp. memiliki banyak peran penting dalam bidang pertanian maupun industry. Indigofera sp. dalam bidang pertanian banyak digunakan sebagai sumber pakan hijauan,tanaman penutup tanah, pupuk hijau, mulsa, pengendali erosi dan tanaman hias, sedangkan dalam bidang industry digunakan sebagai pewarna alami dan obat-obatan.
Tanaman ini merupakan leguminosa pohon yang tersebar di daerah tropis Asia. Produksi bahan kering (BK) total Indigofera zollingeriana mencapai 51 ton hijauan kering/ha/tahun dengan interval defoliasi 60 hari dapat menghasilkan hijauan berkualitas (Abdullah & Suharlina 2010) dan kandungan asam amino yang lengkap serta vitamin larut lemak (Suharlina, belum dipublikasi).
Tepung daun Indigofera zollingeriana mengandung protein kasar (PK) berkisar 23,66–31,1%, NDF 48,39-54,09%, ADF 47,25-51,08% (Suharlina 2010); Ca 3,08-3,21%, P 0,22-0,35%, (Abdullah & Suharlina 2010) dan koefisien cerna in vitro bahan organik dan protein masing-masing berkisar 65,33-70,64% dan 87,15-90,64% (Suharlina 2010). Uji coba palatabilitas dan penggunaan hijauan segar Indigofera zollingeriana pada kambing kacang menunjukkan peningkatan efisiensi pakan dan bobot badan hingga 45% (Tarigan 2009).
Tanaman Indigofera zollingeriana termasuk tanaman yang responsif terhadap perlakuan nutrisi. Perlakuan pemberian pupuk cair organik yang dibuat sendiri dapat memperbaiki pertumbuhan (Budie 2010; Suharlina 2010) dan memperbaiki komposisi nutrisi dan kecernaan hijauan Indigofera zollingeriana (Suharlina 2010; Abdullah 2011) serta fermantabilitasnya dalam rumen kambing (Jovintry 2011).
Pengolahan hijauan Indigofera zollingeriana menghasilkan produk pelet daun murni (100%) bernama Indigofeed (Abdullah 2010), yang telah diuji daya simpan, daya kemudahan penanganan dan pabrikasinya (Izzah 2011). Penggunaan Indigofeed dalam ransum kambing menunjukkan terjadi peningkatan produksi susu hingga 26% dan terjadi peningkatan efisiensi pakan 15-23% dan efisiensi nutrisi 5-9% (Apdini 2011).
Daun Pohon Gamal / Gliricidea
Dengan membudidayakan pohon gamal maka diharapkan saat musim kemarau pemenuhan hijauan makanan ternak tidak akan mengalami kesulitan. Sebagai makanan alami ternak terutama ternak ruminansia maka hijauan wajib ada dalam menu ration ternak ruminansia.
Meskipun Gamal dapat diperbanyak dengan biji, tapi lebih sering menggunakan setek batang dalam usaha mengembangbiakan Gamal. Alasan pertama adalah, sulitnya mencari dan mengumpulkan biji Gamal.Di berbagai tempat yang kami temui, jarang pohon Gamal yang dapat tumbuh sampai besar, berbunga dan berbiji. Hal ini disebabkan Gamal sudah secara berkala di panen daun dan batangnya, jarang yang dapat tumbuh sampai berbunga dan berpolong. Alasan lain, perbanyakan dengan setek batang lebih mudah dan lebih cepat daripada melalui biji.
Tanaman yang diperbanyak dengan setek sudah dapat dipanen perdana pada usia di bawah 1 tahun. Biasanya 8-10 bulan. Sedangkan pada tanaman biji, hasil biomasa baru dapat diperoleh pada usia sekira 2 tahun. Penanaman setek lebih baik berasal dari batang bawah tanaman yang cukup usia (diatas 2 tahun), diameter batang cukup besar (diatas 4cm) dengan panjang setek bervariasi mulai dari 40cm sampai 1.5m. Jarak tanam juga bervariasi, antara 40 -50cm sampai dengan 1.5 – 5m tergantung kebutuhan. Meskipun kadang-kadang menggugurkan daunnya pada musim kering dan kondisi udara dingin, Gamal dapat dikategorikan sebagai pohon yang selalu hijau (evergreen). Dapat dipanen setiap 3 – 4 bulan sekali, dengan hasil antara 1 – 2 kg hijauan basah per tanaman. G. sepium merupakan tanaman yang cocok untuk tanah asam dan marginal seperti diutarakan oleh Szott et al. (1991).
Gamal dalam taksonomi tumbuhan termasuk famili Fabaceae (Papilionoideae) yaitu salah satu jenis tanaman yang mudah ditanam dan tidak memerlukan sifat tanah khusus. (Manglayang Farm Online, 6 Maret 2006). Gamal adalah tanaman asli di kawasan Pantai Pasifik Amerika Tengah yang bermusim kering. Gamal diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1900 untuk digunakan sebagai tanaman pelindung pada areal perkebunan di daerah Medan (Harian Umum Suara Karya, 19 Mei 1992 dalam Manglayang Farm Online, 6 Maret 2006). Ciri umum Gamal adalah daun menyirip, dengan bentuk daun oval runcing yang agak lebar, dan bunganya cukup indah berwarna ungu keputihan. Tanaman Gamal tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 0-1300 meter dari permukaan laut dan dapat tumbuh mencapai ketinggian 10 meter.
Gliricidia merupakan jenis multiguna. Pada daerah tropika, digunakan sebagai pagar hidup. Kemampuannya bertunas setelah dipangkas cocok untuk pakan ternak, kayu bakar dan tiang. Pada kondisi di bawah optimal, produksi biomas mencapai 12 ton berat kering per hektar per tahun. Merupakan jenis pengikat nitrogen, daunnya dapat digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau sehingga cocok untuk agroforestry. Nama “ibu kokoa” muncul karena sering digunakan sebagai peneduh coklat, kopi dan teh. Kayunya keras dan awet, berat jenis 0,5-0,8g/cm3. Nilai kalorinya 4.900 kkal/kg. (Hanum dan van der Maesen, 1997).
Batang tanaman gamal adalah tunggal atau bercabang, jarang yang menyemak, tinggi 2-15 m. Batang tegak, diameter pangkal batang 5-30 cm, dengan atau tanpa cabang di dekat pangkal tersebut. Kulit batang coklat keabu-abuan dengan alur-alur kecil pada batang yang telah tua. Daun majemuk menyirip, panjang 19-30 cm, terdiri 7-17 helai daun. Helai daun berhadapan, panjang 4-8 cm dengan ujung runcing, jarang yang bulat. Ukuran daun semakin kecil menuju ujung daun. Bunga merah muda cerah sampai kemerahan, jarang yang putih, panjang 2,5-15 cm, susunan bunga tegak (Amara dan Kamara, 1998).
Alfalfa (Medicago sativa L)
Alfalfa (Medicago sativa L) merupakan tanaman perenial dan merupakan hijauan pakan yang populer di dunia. Alfalfa juga merupakan legume yang sangat selektif terhadap Rhizobium meliloti, simbiosis antara alfalfa dengan Rhizobium meliloti ini akan membentuk bintil akar yang berfungsi mengikat N sehingga dapat dimanfaatkan oleh alfalfa (Rao, 1994).
Alfalfa adalah tanaman tahunan berupa herba berakar dalam (dapat mencapai 4,5 meter) bercabang dan membentuk rhizome, membutuhkan sinar matahari dan kadar kapur yang cukup, tahan temperatur tinggi tetapi tidak tahan kelembaban tinggi. Memerlukan drainase baik, pH 6,5 atau lebih dengan kesuburan tanah yang baik.
Alfalfa dapat beradaptasi pada daerah kering dengan drainase yang baik. Alfalfa mempunyai batang mendatar, menanjak sampai tegak, berkayu di bagian dasar, cabang-cabang di bagian dasar dan menanjak setinggi 30-120 cm, satu tangkai berdaun tiga (“trifoliat”), panjang daun 5-15 mm, berbulu pada permukaan bawah, tangkai daun berbulu, bunga berbentuk tandan yang rapat berisi 10-35 bunga, mahkota berwarna ungu atau biru jarang yang berwarna putih (Mannetje dan Jones, 2000).
Alfalfa berkembang secara luas sebagai pakan dan seringkali dipanen untuk dijadikan hay. Hay adalah hijauan pakan, berupa rerumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air : 20-30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya cerna yang lebih tinggi. Waktu defoliasi (waktu panen) alfalfa lebih dipengaruhi oleh fase pertumbuhan daripada umur tanaman dimana alfalfa yang dipanen pada awal pertumbuhan mempunyai kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan tanaman tua.
Menurut Bagg (2003) untuk mengoptimalkan produksi, kualitas dan kelangsungan produksi alfalfa diperlukan manajemen pemotongan yang tergantung dari tahap perkembangan tanaman, tinggi dan interval defoliasi. Tahap pertumbuhan dan perkembangan saat alfalfa dipanen menjadi faktor utama dalam menentukan kualitas hijauan dan produksinya
Tabel 1. Klasifikasi Alfalfa (Ildis, 2005)
Alfalfa digunakan sebagai salah satu komponen hijauan pastura yang memiliki nilai ekonomi, dimanfaatkan sebagai sumber hijauan bagi ternak kuda, sapi penggemukan dan sapi perah serta domba Alfalfa tergolong sumber hijauan pakan yang potensial dimanfaatkan untuk ternak ruminansia karena produksinya tinggi serta didukung nilai nutrisi yang baik. Leguminosa Medicago sative L. (alfalfa) dalam bentuk hay maupun segar biasanya diberikan untuk ransum ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing sebagai sumber protein yang mempunyai palatabilitas yang cukup tinggi. Kebutuhan alfalfa untuk ternak sapi kurang lebih sebanyak 3 kg/hari, dan untuk ternak kambing sebesar 179.2 g/ekor/hari.
Tabel 2. Hasil Analisa Laboratorium Tanaman Alfalfa.
Title :Macam-macam Jenis Hijauan Pakan Sapi- Lamtoro
- Indigofera Sp
- Gamal
- Alfalfa
- Turi
Wahyuni dkk. (1981) melaporkan hasil percobaan pada sapi PO (Peranakan Ongole) yang diberi ransum pokok rumput lapangan ditambah daun lamtoro sebanyak 0%, 20%, 40%, 60% dan 100% yang memberikan pertambahan bobot badan harian masing-masing sebesar 0,02 kg, 0,29 kg, 0,54 kg dan 0,57 kg dan 0,38 kg . Pemberian lamtoro 40% dan 60% adalah terbaik bila dibandingkan dengan pemberian lamtoro sebanyak 0%, 20% dan 100%. Selain itu selama 26 minggu (182 hari) dilakukan percobaan tidak terlihat adanya gejala keracunan pada ternak.Lamtoro ( Leucaena leucacocephala ) merupakan jenis tanaman yang sudah dikenal sejak lama dengan nama petai cina. Tanaman ini berasal dari Amerika tengah, yang menyebar keberbagai pelosok perdesaan karena mudah tumbuh dihampir semua tempat yang mendapatkan curah hujan yang cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi hijauan tanaman lamtoro dapat mencapai 20 ton bahan kering/ha/tahun dengan total produksi protein kasar sebesar 3 ton/ha/tahun. Hasil penelitian menunjukkan kandungan nutrisi lamtoro hampir sama dengan glisiridae.
Menurut Muelen et. al., (1979) lamtoro dapat digunakan untuk makanan ternak dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena lamtoro mudah ditanam, cepat tumbuh, produksi tinggi dan komposisi asam amino yang seimbang.
Eniolorunda (2011) melaporkan komposisi proksimat tepung daun lamtoro adalah 88,2% bahan kering, 21,8% protein kasar, 15,1% serat kasar, 3,1% abu, 8,6% ekstrak eter, dan 50,7% BETN. Ayssiwede, et al. (2010) melaporkan hasil penelitian dari beberapa peneliti bahwa lamtoro penting sebagai sumber bahan pakan karena kaya akan protein, asam-asam amino esensial, mineral, karotenoid dan vitamin. Lamtoro termasuk hijauan yang bernilai gizi tinggi namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak pemberiannya perlu dibatasi.
Lamtoro mengandung zat anti nutrisi yaitu asam amino non protein yang disebut mimosin, yang dapat menimbulkan keracunan atau gangguan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Haryanto, 1993 dan Siregar, 1994). Mimosin mempunyai rumus kimia ß-N-(3hydroxypyridone-4)-a-amino-propenoic acid. Gangguan kesehatan tersebut biasanya ditandai dengan rambut rontok, pertumbuhan lambat, dan pembengkakan kelenjar gondok (Siahaan, 1982).
Zat anti nutrisi Iainya yang terkandung di dalam Iamtoro yaitu asam sianida (HCN) yang berpengaruh buruk karena dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan kelenjar tiroid pada ternak. Asam sianida dapat menyebabkan keracunan akut (mematikan) dan keracunan kronis. Pada dosis rendah HCN yang masuk dalam tubuh ternak dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menurunkan kesehatan ternak.
Penggunaan Daun Lamtoro pada domba
Menurut Wina (1982) penambahan daun Iamtoro sampai dengan 30% pada domba yang diberi ransum dasar rumput gajah menunjukkan nilai koefisien cerna protein, bahan organik dan energy yang lebih tinggi dari pada kaliandra dan gamal, namun tidak berbeda dalam pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum (bahan kering, bahan organik dan energi).
Penggunaan Daun Lamtoro Pada Kelinci
Yurmiaty dan Suradi. 2007 menyatakan bahwa penggunaan 10% daun lamtoro dalam ransum dapat meningkatkan berat, luas dan tebal pelt, namun apabila penggunaan daun lamtoro ditingkatkan menjadi 20% akan diikuti dengan penurunan berat, luas dan tebal pelt (kerontokan bulu). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian daun lamtoro dapat meningkatkan produksi kulit apabila diberikan sebanyak 10 % dalam ransum. (Pelt adalah bulu yang telah ditanggalkan dari tubuh ternak).
Penggunaan Daun Lamtoro Pada Ayam Pedaging
Dalam penelitiaanya Mandey et. al., 2015 yang berjudul Manfaat Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala Dalam Pakan Ayam Pedaging Diukur Dari Penampilan Produksi menyimpulkan bahwa pakan dasar ayam pedaging dapat digantikan dengan tepung daun lamtoro sampai 20%.
Penggunaan Daun Lamtoro Pada Sapi PO.
Wahyuni dkk. (1981) melaporkan hasil percobaan pada sapi PO (Peranakan Ongole) yang diberi ransum pokok rumput lapangan ditambah daun lamtoro sebanyak 0%, 20%, 40%, 60% dan 100% yang memberikan pertambahan bobot badan harian masing-masing sebesar 0,02 kg, 0,29 kg, 0,54 kg dan 0,57 kg dan 0,38 kg . Pemberian lamtoro 40% dan 60% adalah terbaik bila dibandingkan dengan pemberian lamtoro sebanyak 0%, 20% dan 100%. Selain itu selama 26 minggu (182 hari) dilakukan percobaan tidak terlihat adanya gejala keracunan pada ternak.
Daun Pohon Indigofera Sp
Tepung daun Indigofera zollingeriana mengandung protein kasar (PK) berkisar 23,66–31,1%, NDF 48,39-54,09%, ADF 47,25-51,08% (Suharlina 2010); Ca 3,08-3,21%, P 0,22-0,35%, (Abdullah & Suharlina 2010) dan koefisien cerna in vitro bahan organik dan protein masing-masing berkisar 65,33-70,64% dan 87,15-90,64% (Suharlina 2010). Uji coba palatabilitas dan penggunaan hijauan segar Indigofera zollingeriana pada kambing kacang menunjukkan peningkatan efisiensi pakan dan bobot badan hingga 45% (Tarigan 2009).Tanaman Indigofera sp. adalah salah satu genus legum pohon terbesar dengan perkiraan 700 spesies, 45 jenis tersebar diseluruh wilayah tropis (Schrire 2005). Spesies Indigofera kebanyakan berupa semak meskipun ada beberapa yang herba, dan beberapa lainnya membentuk pohon kecil dengan tinggi mencapai 5 sampai 6 meter. Ciri tanaman Indigofera memiliki daun yang menyirip dengan ukuran 3-25 cm, dengan bunga kecil berbentuk raceme dengan ukuran panjang 2-15 cm. Tanaman Indigofera sp. dapat beradaptasi tinggi pada kisaran lingkungan yang luas, dan memiliki berbagai macam morfologi dan sifat agronomi yang sangat penting terhadap penggunaannya sebagai hijauan dan tanaman penutup tanah (cover crops) (Hassen et al. 2006).
Ciri–ciri legum Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas (Skerman 1982), saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivor merupakan potensi yang baik sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi-kering dan daerah kering (Hassen et al. 2004, 2006).
Beberapa spesies di Afrika dan Asia telah dilaporkan dapat digunakan sebagai hijauan (I. hirsuta, I. pilosa, I. schimperi Syn, I. oblongifolia, I. spicata, I. subulata Syn, dan I. trita) dan tanaman penutup tanah (cover crop) (I. hirsuta dan I. trita) (Hassen et al. 2007).
Spesies lain, seperti I. arrecata Hochst.ex A.Rich., I. articulata Gouan, I. suffruticosa Mill. dan I. tinctoria L., juga digunakan sebagai bahan pewarna, pakan ternak, pastura Vol. 2 No. 1 : 30 - 33 ISSN : 2088-818X 31 pelindung tanah, tanaman penutup humus, kontrol erosi dan tanaman hias (Schrire 2005). Sekitar 50% jenis Indigofera spp. yang ada beracun dan hanya 30% yang palatable (Strickland et al. 1987), akan tetapi jenis yang palatable memiliki potensi yang besar sebagai hijauan pakan, sedangkan jenis yang tidak palatable (beracun) sangat cocok sebagai cover crop terutama pada daerah kering, semi kering dan gurun (Hassen et al. 2006).
Indigofera spp. memiliki banyak peran penting dalam bidang pertanian maupun industry. Indigofera sp. dalam bidang pertanian banyak digunakan sebagai sumber pakan hijauan,tanaman penutup tanah, pupuk hijau, mulsa, pengendali erosi dan tanaman hias, sedangkan dalam bidang industry digunakan sebagai pewarna alami dan obat-obatan.
Tanaman ini merupakan leguminosa pohon yang tersebar di daerah tropis Asia. Produksi bahan kering (BK) total Indigofera zollingeriana mencapai 51 ton hijauan kering/ha/tahun dengan interval defoliasi 60 hari dapat menghasilkan hijauan berkualitas (Abdullah & Suharlina 2010) dan kandungan asam amino yang lengkap serta vitamin larut lemak (Suharlina, belum dipublikasi).
Tepung daun Indigofera zollingeriana mengandung protein kasar (PK) berkisar 23,66–31,1%, NDF 48,39-54,09%, ADF 47,25-51,08% (Suharlina 2010); Ca 3,08-3,21%, P 0,22-0,35%, (Abdullah & Suharlina 2010) dan koefisien cerna in vitro bahan organik dan protein masing-masing berkisar 65,33-70,64% dan 87,15-90,64% (Suharlina 2010). Uji coba palatabilitas dan penggunaan hijauan segar Indigofera zollingeriana pada kambing kacang menunjukkan peningkatan efisiensi pakan dan bobot badan hingga 45% (Tarigan 2009).
Tanaman Indigofera zollingeriana termasuk tanaman yang responsif terhadap perlakuan nutrisi. Perlakuan pemberian pupuk cair organik yang dibuat sendiri dapat memperbaiki pertumbuhan (Budie 2010; Suharlina 2010) dan memperbaiki komposisi nutrisi dan kecernaan hijauan Indigofera zollingeriana (Suharlina 2010; Abdullah 2011) serta fermantabilitasnya dalam rumen kambing (Jovintry 2011).
Pengolahan hijauan Indigofera zollingeriana menghasilkan produk pelet daun murni (100%) bernama Indigofeed (Abdullah 2010), yang telah diuji daya simpan, daya kemudahan penanganan dan pabrikasinya (Izzah 2011). Penggunaan Indigofeed dalam ransum kambing menunjukkan terjadi peningkatan produksi susu hingga 26% dan terjadi peningkatan efisiensi pakan 15-23% dan efisiensi nutrisi 5-9% (Apdini 2011).
Daun Pohon Gamal / Gliricidea
Gamal atau Gliricidia merupakan jenis multiguna. Pada daerah tropika, digunakan sebagai pagar hidup. Kemampuannya bertunas setelah dipangkas cocok untuk pakan ternak, kayu bakar dan tiang. Pada kondisi di bawah optimal, produksi biomas mencapai 12 ton berat kering per hektar per tahun. Merupakan jenis pengikat nitrogen, daunnya dapat digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau sehingga cocok untuk agroforestry.Pohon gamal, menurut beberapa literature sangat menarik karena beberapa hal : kemudahan ditanam, adaptif diberbagai daerah, bunga yang indah dan eksotik serta kemanfaatannya sebagai hijauan pakan ternak, pestisida alami, tanaman pagar dan penahan erosi.
Gamal |
Meskipun Gamal dapat diperbanyak dengan biji, tapi lebih sering menggunakan setek batang dalam usaha mengembangbiakan Gamal. Alasan pertama adalah, sulitnya mencari dan mengumpulkan biji Gamal.Di berbagai tempat yang kami temui, jarang pohon Gamal yang dapat tumbuh sampai besar, berbunga dan berbiji. Hal ini disebabkan Gamal sudah secara berkala di panen daun dan batangnya, jarang yang dapat tumbuh sampai berbunga dan berpolong. Alasan lain, perbanyakan dengan setek batang lebih mudah dan lebih cepat daripada melalui biji.
Tanaman yang diperbanyak dengan setek sudah dapat dipanen perdana pada usia di bawah 1 tahun. Biasanya 8-10 bulan. Sedangkan pada tanaman biji, hasil biomasa baru dapat diperoleh pada usia sekira 2 tahun. Penanaman setek lebih baik berasal dari batang bawah tanaman yang cukup usia (diatas 2 tahun), diameter batang cukup besar (diatas 4cm) dengan panjang setek bervariasi mulai dari 40cm sampai 1.5m. Jarak tanam juga bervariasi, antara 40 -50cm sampai dengan 1.5 – 5m tergantung kebutuhan. Meskipun kadang-kadang menggugurkan daunnya pada musim kering dan kondisi udara dingin, Gamal dapat dikategorikan sebagai pohon yang selalu hijau (evergreen). Dapat dipanen setiap 3 – 4 bulan sekali, dengan hasil antara 1 – 2 kg hijauan basah per tanaman. G. sepium merupakan tanaman yang cocok untuk tanah asam dan marginal seperti diutarakan oleh Szott et al. (1991).
Gamal dalam taksonomi tumbuhan termasuk famili Fabaceae (Papilionoideae) yaitu salah satu jenis tanaman yang mudah ditanam dan tidak memerlukan sifat tanah khusus. (Manglayang Farm Online, 6 Maret 2006). Gamal adalah tanaman asli di kawasan Pantai Pasifik Amerika Tengah yang bermusim kering. Gamal diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1900 untuk digunakan sebagai tanaman pelindung pada areal perkebunan di daerah Medan (Harian Umum Suara Karya, 19 Mei 1992 dalam Manglayang Farm Online, 6 Maret 2006). Ciri umum Gamal adalah daun menyirip, dengan bentuk daun oval runcing yang agak lebar, dan bunganya cukup indah berwarna ungu keputihan. Tanaman Gamal tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 0-1300 meter dari permukaan laut dan dapat tumbuh mencapai ketinggian 10 meter.
Gliricidia merupakan jenis multiguna. Pada daerah tropika, digunakan sebagai pagar hidup. Kemampuannya bertunas setelah dipangkas cocok untuk pakan ternak, kayu bakar dan tiang. Pada kondisi di bawah optimal, produksi biomas mencapai 12 ton berat kering per hektar per tahun. Merupakan jenis pengikat nitrogen, daunnya dapat digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau sehingga cocok untuk agroforestry. Nama “ibu kokoa” muncul karena sering digunakan sebagai peneduh coklat, kopi dan teh. Kayunya keras dan awet, berat jenis 0,5-0,8g/cm3. Nilai kalorinya 4.900 kkal/kg. (Hanum dan van der Maesen, 1997).
Batang tanaman gamal adalah tunggal atau bercabang, jarang yang menyemak, tinggi 2-15 m. Batang tegak, diameter pangkal batang 5-30 cm, dengan atau tanpa cabang di dekat pangkal tersebut. Kulit batang coklat keabu-abuan dengan alur-alur kecil pada batang yang telah tua. Daun majemuk menyirip, panjang 19-30 cm, terdiri 7-17 helai daun. Helai daun berhadapan, panjang 4-8 cm dengan ujung runcing, jarang yang bulat. Ukuran daun semakin kecil menuju ujung daun. Bunga merah muda cerah sampai kemerahan, jarang yang putih, panjang 2,5-15 cm, susunan bunga tegak (Amara dan Kamara, 1998).
Alfalfa (Medicago sativa L)
Alfalfa (Medicago sativa L) merupakan tanaman perenial dan merupakan hijauan pakan yang populer di dunia. Alfalfa juga merupakan legume yang sangat selektif terhadap Rhizobium meliloti, simbiosis antara alfalfa dengan Rhizobium meliloti ini akan membentuk bintil akar yang berfungsi mengikat N sehingga dapat dimanfaatkan oleh alfalfa (Rao, 1994).
Alfalfa adalah tanaman tahunan berupa herba berakar dalam (dapat mencapai 4,5 meter) bercabang dan membentuk rhizome, membutuhkan sinar matahari dan kadar kapur yang cukup, tahan temperatur tinggi tetapi tidak tahan kelembaban tinggi. Memerlukan drainase baik, pH 6,5 atau lebih dengan kesuburan tanah yang baik.
Alfalfa dapat beradaptasi pada daerah kering dengan drainase yang baik. Alfalfa mempunyai batang mendatar, menanjak sampai tegak, berkayu di bagian dasar, cabang-cabang di bagian dasar dan menanjak setinggi 30-120 cm, satu tangkai berdaun tiga (“trifoliat”), panjang daun 5-15 mm, berbulu pada permukaan bawah, tangkai daun berbulu, bunga berbentuk tandan yang rapat berisi 10-35 bunga, mahkota berwarna ungu atau biru jarang yang berwarna putih (Mannetje dan Jones, 2000).
Alfalfa berkembang secara luas sebagai pakan dan seringkali dipanen untuk dijadikan hay. Hay adalah hijauan pakan, berupa rerumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air : 20-30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya cerna yang lebih tinggi. Waktu defoliasi (waktu panen) alfalfa lebih dipengaruhi oleh fase pertumbuhan daripada umur tanaman dimana alfalfa yang dipanen pada awal pertumbuhan mempunyai kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan tanaman tua.
Menurut Bagg (2003) untuk mengoptimalkan produksi, kualitas dan kelangsungan produksi alfalfa diperlukan manajemen pemotongan yang tergantung dari tahap perkembangan tanaman, tinggi dan interval defoliasi. Tahap pertumbuhan dan perkembangan saat alfalfa dipanen menjadi faktor utama dalam menentukan kualitas hijauan dan produksinya
Tabel 1. Klasifikasi Alfalfa (Ildis, 2005)
Kingdom | : | Plantae |
Division | : | Magnoliophyta |
Class | : | Magnoliopsida |
Order | : | Fabales |
Family | : | Fabaceae |
Subfamily | : | Faboideae |
Tribe | : | Trifolieae |
Genus | : | Medicago |
Spesies | : | M. Sativa |
Tabel 2. Hasil Analisa Laboratorium Tanaman Alfalfa.
Analisa Segar | Berat Kering % | Analisa Ekstrak | Berat Kering (%) |
Abu | 13,10 | Abu | 15,00 |
Lemak | 2,70 | Lemak | 6,50 |
Protein | 32,60 | Protein | 48,70 |
Serat Kasar | 21,40 | Serat Kasar | 4,80 |
Sumber. IAC 2005
Turi (Sesbania grandiflora syn)
Hijauan pakan ternak Turi adalah tanaman yang bisa tumbuh dengan cepat, mempunyai akar yang dangkal, serta mempunyai cabang cabang yang menggantung. Dengan kadar protein yang tinggi, tanaman hijau turi ini juga cukup potensial untuk pakan ruminansia serta non ruminansia. Hasil uji lab BPMSP Bekasi Tahun 2015 turi mempunyai protein kasar 27,59%. Akan tetapi dibalik kualitas nutrisi yang cukup memuaskan, turi mengandung zat anti nutrisi yang cukup berbahaya bagi ternak jadi dalam pemberiannya butuh proses pengolahan terlebih dahulu.
Link :Macam-macam Jenis Hijauan Pakan Sapi