Manajemen Reproduksi Agar Sapi Beranak Rutin Setiap Tahun

Baca Juga:


Tips Agar Calving Interval Pendek Sehingga Sapi Bisa Beranak Setiap Tahun Adalah Dengan Mengetahui dan Mempelajari Ilmu Dasar Tentang Reproduksi Sapi Betina Terutama Masalah Birahi dan Kebuntingan Serta Metode Perkawinan Sapi (Kawin Alam dan IB)

Pentingnya deteksi birahi yang akurat sangat mendukung keberhasilan program perkawinan sapi melalui inseminasi buatan (IB). Tidak tepatnya mendeteksi birahi, sehingga menjadi kegagalan dalam perkawinan , oleh karena itu program deteksi birahi mesti selalu dievaluasi secara menyeluruh. Bilamana saat deteksi birahi salah dan keliru, birahi yang terjadi akan kecil kemungkinan bisa terobservasi dan lebih banyak sapi betina diinseminasi buatan (IB) berdasarkan tanda bukan birahi, hal ini bisa mengakibatkan waktu perkawinan tidak akurat sehingga menyebabkan kegagalan pembuahan.
Mempercepat birahi ataupun menyeragamkan birahi pada ternak sapi betina memang dimaksudkan untuk menghemat biaya dan waktu pada program inseminasi buatan. Coba bayangkan saja jika ada sapi 100 ekor betina yang akan di IB sementara birahi antara sapi satu dengan yang lainnya berlainan dan berjauhan waktunya, butuh berapa hari untuk melakukan IB sebanyak 100 ekor betina calon indukan tersebut. Inilah pentingan mempercepat dan menyeragamkan birahi. Hormon yang digunakan untuk mempercepat birahi adalah PGF2-alpha. Hormon ini bisa digunakan secara IM dan IU (intra muscular dan Intra Uterine). Intra muscular berarti disuntikkan ke dalam daging dan Intra uterine berarti dimasukkan kedalam uterus sapi. Perlu dicatat bahwa mempercepat birahi sapi betina dengan menggunakan hormon memiliki plus minus. Ada keuntungan yang bisa didapatkan tetapi juga ada kerugian atau kelemahan dari sistem ini.
Kegagalan kebuntingan pada sapi betina calon indukan juga dipengaruhi oleh faktor pengelolaan pakan ternak yang tidak baik, contohnya pakan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan ternak (status fisiologisnya). Cara Inseminasi Buatan atau kawin suntuk yang tidak tepat, misalnya; kesalahan dalam memperlakukan sperma belu (semen), khususnya perlakuan pada semen beku yang kurang benar, cara penyimpanan dan thawing yang kurang baik akan mengakibatkan kegagalan IB.

Kawin berulang bisa juga diakibatkan karena sapi betina yang mengalami gangguan reproduksi, contohnya; Endometritis, Cervicitis, Brucellosis, Vaginitis dsb. Faktor pengolalaan lain seperti pengolaan pemeliharaan dan perkawinan yang kurang tepat.

Faktor Pendukung Keberhasilan Calving Interval Pendek
  • Pakan yang cukup (jumlah dan kebutuhan gizi atau nutisinya terpenuhi)
  • Pemberian pakan sapi dara yaitu kebutuhan pakan bahan kering (BK) ransum 3% dari bobot badan, Protein Kasar (PK) 12% dan kecernaan atau Total Digestible Nutrient (TDN) 60% ;
  • Pakan sapi bunting yaitu kebutuhan pakan BK ransum 73% dari bobot badan, PK ≥ 8%, TDN 75,8%, serat kasar (SK) ≤ 20% dan Abu ≤ 10%;
  • Pakan sapi menyusui jumlahnya sama dengan sapi bunting namun terdapat perbedaan komposisi yaitu PK > 10%, TDN 75,9%, SK < 17% dan Abu < 10%
  • Sapi Betina dalam keadaan sehat (tidak ada gangguan pada reproduksinya)
  • Sapinya Aktif, sadar dan tanggap terhadap perubahan keadaan di sekitarnya.
  • Kondisi tubuhnya seimbang, tidak sempoyongan atau pincang, langkah kaki mantap dan teratur.
  • Matanya bersinar, sudut mata bersih dan tidak kotor.
  • Kulit berbulu halus mengkilap, tidak kusam dan pertumbuhannya rata.
  • Siklus reproduksinya normal (pada sapi lebih kurang sekitar 20 hari).
  • Jika Cara perkawinan memakai tekni kawin suntik/ IB (Inseminasi Buatan) maka waktu mengawinkannya harus tepat.
NO Waktu Birahu Pertama Terlihat Waktu Kawin Tepat Waktu Kawin Terlambat
1 Pagi Hari Malam hari pada hari yang sama Pagi hari berikutnya
2 Malam Hari Pagi ari pada hari berikutnya Setalah Jam 15.00Wib pada hari berikutnya
Tabel Persentase Waktu Kejadian Birahi Pada Sapi Induk
NO Waktu Birahi Persentase Gejala Birahi (%)
1 06.00 — 12.00 22
2 12.00 – 18.00 10
3 18.00 – 24.00 25
4 24.00 – 06.00 43

Jika Cara perkawinannya alami atau dengan memakai pejantan unggul maka yang mesti diperhatikan yaitu pengolan perkawinan sbb:
  • Pengolaan perkawinan cara kandang individu dengan proses tahapan sbb:
  • Kandang individu di peternak rakyat, umumnya berupa ruangan besar yang diisi lebih dari satu sapi, tanpa adanya penyekat namu setiap sapi diikat satu persatu.
  • Pengamatan birahi bisa dilakukan setiap hari oleh peternak pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara langsung.
  • Sesudah 12 jam terlihat gejala birahi, Selanjutnya dikawinkan dengan pejantan minimal 2 kali ejakulasi. Sesudah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan pengamatan birahi lagi dan jika tidak ada gejala birahi sampai dua siklus (40 hari) berikutnya, kemungkinan sapi induk tersebut berhasil bunting. Untuk meyakinkan bunting tidaknya, sesudah 60 (enam puluh) hari dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB).
Birahi pada sapi normalnya antara 19 – 25 hari sekali, dan estrus pertama dara terjadi antara umur 1,5 tahun – umur 2 tahun. banyak peternak sapi ingin memperoleh anak sapi secepatnya sehingga sering menanyakan pada petugas penyuluh peternakan cara untuk mempercepat birahi. Ada satu metode untuk mempercepat estrus yakni dengan terapi hormon. Pemberian hormon memiliki kelebihan dan banyak juga kekurangannya, adapun hormon yang digunakan untuk mempercepat birahi adalah PGF2-alpha. Hormone ini sering digunakan pada peternakan besar untuk menyerentakkna estrus pada semua sapi induk. Merek hormon pgf2-alpha ini juga cukup banyak ada yang harus digunakan secara IM (intra muscular dan ada juga yang harus digunakan secara Intra Uterine). Intra muscular berarti disuntikkan ke dalam daging dan Intra uterine berarti dimasukkan kedalam uterus sapi.


Terapi hormon mempercepat birahi sapi Cara penggunaan hormone sebaiknya serahkan sepenuhnya kepada dokter hewan di daerah anda atau petugas kesehatan hewan. Adapun kelebihan menggunakan hormon antara lain:
1. bermanfaat untuk peternakan sapi yang memelihara induk sapi dalam jumlah banyak, dimana dengan menggunakan hormon ini birahi bisa diatur agar terjadi estrus secara serentak sehingga akan menghemat biaya inseminasi buatan.
2. jika digunakan secara tepat dapat mengobati abnormalitas estrus (konsultasikan dengan dokter hewan).

Kekurangan terapi hormon 1. Tingkat keberhasilan Inseminasi pada sapi yang dipercepat dengan menggunakan hormon pgf2 –alpha lebih rendah daripada tingkat keberhasilan inseminasi secara normal.
2. Pengunaan secara terus menerus dapat mengacaukan siklus birahi
3. Penggunaan pada dosis yang tidak tepat dapat menyebakan kemajiran betina.
4. Harga hormon cukup mahal sehingga hanya cocok untuk peternakan skala besar.

Adakah cara alami untuk mempercepat birahi pada ternak sapi? Maka jawabannya tidak ada, sebab estrus itu sendiri merupakan siklus alamiah. Namun jika anda memiliki kendala karena tidak terlihat secara jelas (birahi semu) maka ada cara alami untuk meningkatkan tanda gejala yakni dengan cara memberi nenas atau papaya.

Birahi semu betina sapi dapat terjadi karena :

1. Sapi betina terlalu gemuk, sapi gemuk umumnya memiliki nafsu makan yang sangat tinggi sehingga ketika birahi sekalipun nafsu makan mereka terlihat tetap tinggi.
2. Kurang betakaroten, betakaroten ini sangat berguna dalam memproduksi hormon FSH (folikel stimulating hormone) secara alami. Biala ternak kekurangan gizi atau standar pakan yang tidak tepat dapat mengakibatkan birahi semu pada sapi betina. Selalu perhatikan standar pakan sapi yang tepat yakni: hijauan makanan ternak 10% dari berat bdan sapi / hari, 1 % dari berat badan leguminoseae (rumput kacang-kacangan), dan konsentrat 1% dari berat badan. Adapun tumbuhan sumber betakaroten diantaranya wortel, labu dan lain-lain.

Beberapa Keuntungan Penyeragaman Birahi Sapi Betina dengan Hormon:
  • Untuk IB sapi dalam jumlah besar, sinkronisasi birahi dengan hormon ini memang bermanfaat untuk peternakan sapi yang memelihara induk sapi dalam jumlah banyak, dimana dengan menggunakan hormon ini birahi bisa diatur agar terjadi estrus secara serentak sehingga akan menghemat biaya inseminasi buatan.
  • Dapat mengatasi dan mengobati abnormalitas estrus (konsultasikan dengan dokter hewan).
Kelemahan dan Kekurangan Terapi Hormon:
  • Keberhasilan lebih rendah. Tingkat keberhasilan Inseminasi pada sapi yang dipercepat dengan menggunakan hormon pgf2 –alpha lebih rendah daripada tingkat keberhasilan inseminasi secara normal.
  • Tidak Boleh digunakan terus menerus. Pengunaan secara terus menerus dapat mengacaukan siklus birahi
  • Bisa Mengakibatkan Kemandulan sapi Betina. Penggunaan pada dosis yang tidak tepat dapat menyebakan kemajiran betina.
  • Bisa Tidak Ekonomis. Harga hormon cukup mahal sehingga hanya cocok untuk peternakan skala besar.
Sapi Betina Indukan

Birahi Semu Pada Sapi Betina

Birahi semua atau silent heat bisa terjadi jika kondisi sapi betina terlalu gemuk, sapi gemuk umumnya memiliki nafsu makan yang sangat tinggi sehingga ketika birahi sekalipun nafsu makan mereka terlihat tetap tinggi.

Sapi Kekurang betakaroten, betakaroten ini sangat berguna dalam memproduksi hormon FSH (folikel stimulating hormone) secara alami. Biala ternak kekurangan gizi atau standar pakan yang tidak tepat dapat mengakibatkan birahi semu pada sapi betina.

Siklus Birahi Normal Pada Sapi Betina

Siklus Birahi pada sapi normalnya antara 19 – 25 hari sekali, dan estrus pertama dara terjadi antara umur 1,5 tahun – umur 2 tahun.

Pengolaan perkawinan model kandang kelompok dengan proses tahapan sbb:

Skema Pengolaan Perkawinan kandang kelompok

Sapi dara siap kawin dan sapi induk yang sudah 40(empat puluh) hari sesudah melahirkan (post partus) atau dua siklus birahi diletakkan pada kandang kelompok dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 10-30 ekor betina (induk atau dara) dan dikumpulkan menjadi satu dengan satu ekor pejantan dalam waktu 24 jam selama 3 (tiga) bulan.

Sesudah 3 (tiga) bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB); Sapi induk yang positif bunting dipisah dari kelompok tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau hasil pemeriksaan kebuntingan dinyatakan negatif.

Kalender Perkawinan

Pengaturan perkawinan pada sapi potong induk diharapkan mengikuti suatu model atau cara yang dikenal dengan kalender perkawinan dan program pemberian pakan (surge feeding) sebelum dan sesudah beranak. Tujuan kalender ini untukmempercepat birahi kembali sesudah beranak untuk segera dikawinkan dan memudahkan terjadinya kebuntingan berikutnya.

Formula 1 yaitu: Hijauan (rumput/jerami jagung atau padi tidak terbatas/ ad libitum, legum atau kacang – kacangan (daun lamtoro/gamal/turi/kaliandra) dan Konsentrat > 1 % Berat Badan berdasar bahan kering.

Formula 2 yaitu hijauan (rumput/jerami padi/jagung tidak terbatas/ ad libitum), legum atau kacang kacangan (daun lamtoro/gamal/turi/kaliandra) < 1 % Berat Badan berdasar bahan kering. melalui pengolaan pakan dan perkawinan seperti di atas diharapkan jarak beranak dan waktu kosong akan lebih pendek, perkawinan per kelahirannya akan diperkecil sehingga induk sapi dapat beranak satu ekor setiap tahun.

Selamatkan Sapi Betina Produktif

Oleh: Prof. Dr. Kusuma Diwyanto

Sejak dua dekade terakhir ini, Indonesia mengimpor daging dan sapi bakalan dalam jumlah yang cukup besar. Diperkirakan impor telah mencapai lebih dari 30 persen dari total kebutuhan daging nasional. Ada tiga kemungkinan, mengapa Indonesia harus mengimpor, padahal pada era tahun 1970-an atau sebelumnya Indonesia justru merupakan eksportir sapi. Pertama, permintaan daging meningkat cukup besar dengan kecepatan lebih tinggi dibandingkan laju pertambahan produksi. Kedua, permintaan di dalam negeri meningkat tetapi produksi di dalam negeri tetap. Ketiga, permintaan terus meningkat seirama dengan perkembangan ekonomi, namun produksi daging di dalam negeri cenderung berkurang.

Dari ketiga kemungkinan tersebut hanya ada satu jawaban bila Indonesia ingin mewujudkan swasembada daging sapi, yaitu meningkatkan populasi dan produktivitas sapi yang dibarengi dengan peningkatan bobot badan dari setiap ekor sapi yang akan dipotong. Peningkatan populasi dapat dilakukan bila jumlah sapi betina produktif semakin banyak. Ironisnya, dalam beberapa tahun terakhir ini diduga populasi sapi betina produktif tidak bertambah dan justru dikhawatirkan semakin berkurang akibat pemotongan yang terjadi di beberapa wilayah sumber ternak.

Di salah satu RPH resmi dijumpai bahwa 95 persen sapi yang dipotong setiap harinya adalah betina, sebagian besar adalah betina muda, dan di antaranya adalah sapi betina dalam kondisi bunting. Secara nasional, diperkirakan sekitar 150-200 ribu ekor sapi betina produktif dipotong setiap tahunnya. Jumlah ini sangat besar dan patut diduga akan mengganggu populasi dan produksi daging yang berasal dari sapi lokal.

Pemotongan sapi betina produktif sejak jaman Hindia Belanda telah dilarang. Pelarangan tersebut juga diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Namun larangan tersebut tidak dikenai sanksi, sehingga implementasinya di lapang tidak efektif. Selanjutnya, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tanggal 4 Juni 2009, bangsa Indonesia mempunyai landasan hukum yang lebih kuat untuk mencegah pemotongan sapi betina produktif. Orang yang melanggar larangan ini diancam Sanksi Administratif berupa denda sedikitnya Rp. 5 juta, dan Ketentuan Pidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan (Pasal 85 dan Pasal 86). Akan tetapi kenyataan di lapang menunjukkan bahwa pemotongan sapi betina produktif masih banyak terjadi, dan sulit dikendalikan.

Mengapa dipotong

Pemotongan sapi betina produktif dilakukan karena ada berbagai penyebab dan alasan. Jagal, sebagai satu-satunya pelaku pemotongan sapi betina produktif, mempunyai alasan utama yaitu mencari keuntungan jangka pendek sebesar-besarnya. Di samping itu jagal juga mempunyai banyak pertimbangan mengapa melakukan pemotongan sapi betina produktif, yaitu: (i) sulit mencari sapi kecil untuk dipotong, (ii) di lokasi setempatsemua sapi jantan sudah diantar pulaukan atau dibawa ke kota besar, (iii) harga sapi betina lebih murah dibanding sapi jantan dengan ukuran yang sama, (iv) pengawasan dari petugas sangat lemah, (v) tidak ada kesadaran untuk menyelamatkan populasi dan jagal tidak paham bila hal tersebut melanggar undang-undang, serta (vi) peternak akan menjual apa saja termasuk sapi betina produktif bila memerlukan uang cash.

Alasan utama dari jagal adalah mencari keuntungan. Artinya, bila pemotongan sapi betina tidak memberi keuntungan finansial secara nyata, jagal secara sukarela tidak akan pernah memotongnya. Oleh karena itu, semua upaya dan kebijakan untuk menyelamatkan sapi betina produktif dari pisau jagal adalah membuat kondisi agar harga sapi betina produktif menjadi sama atau sedikit lebih mahal dibandingkan sapi jantan. Persentase karkas dan kualitas daging sapi betina biasanya lebih rendah dibanding sapi jantan. Namun karena harganya lebih murah, jagal tetap memperoleh keuntungan yang layak. Biasanya pemotongan sapi betina banyak dilakukan oleh jagal yang skala usahanya kecil, dan dilakukan di TPH ‘resmi” atau liar. Namun, tidak jarang dapat dijumpai pemotongan yang dilakukan di RPH resmi. Bila ada pengawasan yang ketat di RPH, biasanya sapi dibuat cidera terlebih dahulu, misalnya dengan membuat pincang atau buta.

Perlu Kebijakan

Pelarangan pemotongan sapi betina produktif sudah sangat jelas dan tegas, namun sebagian besar pengemban kepentingan belum sepenuhnya memahami dan mematuhi ketentuan ini. Larangan ini justru membuat harga sapi betina produktif murah ketika peternak yang memerlukan uang menjual sapinya. Selisih harga antara jantan dan betinadi NTT misalnya, dapat mencapai Rp. 500.000 – 1.000.000/ekor. Ketentuan pelarangantersebut yang dibarengi dengan pembatasan pengeluaran ternak betina ternyata justru lebih menekan harga sapi. Sementara itu hampir semua sapi jantan dikuasai pedagang antar pulau, sehingga jagal tidak mempunyai pilihan yang lebih baik, selain memotong sapi betina produktif. Kejadian yang sudah berjalan sangat lama ini akhirnya telahdianggap sebagai hal yang lumrah.

Kebijakan penyelamatan sapi betina produktif harus dimulai dari hulunya, yaitu pada tingkat peternak. Pada saat memerlukan uang cash, peternak akan menjual apa saja yang dimilikinya, termasuk sapi. Oleh karena itu pengembangan ternak lain seperti domba, kambing, babi atau unggas sangatlah perlu untuk cadangan bila peternak memerlukan uang cash dalam jumlah yang kecil. Selain itu, pengembangan koperasi simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro di tingkat pedesaan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang cash dalam jumlah yang cukupbesar, sekaligus untuk mencegah penjualan sapi betina produktif.

Pemotongan sapi betina produktif di beberapa wilayah sumber bibit seperti di Kupang-NTT, dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Menteri Pertanian dan Perwakilan Komisi IV DPR-RI secara langsung telah menyaksikan kejadian ini. Di lain pihak, pengeluaran sapi betina produktif dilarang untuk mencegah terjadinya pengurasan. Seandainya sapi-sapi betina yang saat ini dipotong di RPH diperbolehkan untuk diantar pulaukan, maka dapat diperkirakan harga sapi betina produktif akan meningkat dan jagal tidak akan memotongnya. Perubahan kebijakan ini tentunya harus dibarengi dengan penyediaan sapi jantan bagi jagal lokal, serta pengaturan kuota pengeluaran sapi jantan maupun sapi betina dengan lebih cermat. Untuk menghambat pemotongan sapi di kawasan ini juga diperlukan dukungan kebijakan dan program lain untuk pengembangan ternak selain sapi, sebagai substitusi untuk memenuhi kebutuhandaging masyarakat setempat.

Lemahnya pengawasan oleh petugas serta inkonsistensinya dalam penegakkan peraturan merupakan salah satu penyebab tingginya kejadian pemotongan sapi betina produktif di Indonesia. Selain itu kebijakan untuk meningkatkan PAD dari setiap RPH juga menjadi alasan petugas untuk melakukan pembiaran pemotongan sapi betina produktif. Oleh karena itu kebijakan dalam penetapan retribusi untuk pemotongan ternak di setiap RPH dapat dimanfaatkan sebagai instrumen dalam pengendalian pemotongan sapi betina produktif.

Pemotongan sapi betina produktif dapat dihambat bila kesadaran seluruh pemangku kepentingan mulai dari peternak, pedagang, jagal, konsumen sampai pada petugas dapat ditingkatkan. Instrumen berupa undang-undang sudah ada, namun ternyata sampai saat ini masih sulit diimplementasikan. Oleh karena itu perlu ada upaya tambahan yaitu dengan melakukan pendekatan secara etika, budaya dan agama. Sosialisasi tentang hal ini mungkin dapat dilakukan dengan melibatkan tokoh masyarakat, pemuka agama, ilmuwan dan politisi melalui pendekatan sosial budaya, bukan hanya melalui pendekatan teknis, ekonomi dan hukum.

Untuk mencegah pemotongan sapi betina produktif dengan demikian harus dilakukan dengan berbagai pendekatan baik yang bersifat teknis ekonomis maupun sosial budaya. Kebijakan yang sudah ada harus diimplementasikan dengan baik, dan untuk setiap wilayah perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi yang ada. Untuk wilayah gudang ternak diperlukan kebijakan untuk mengeluarkan sapi betina produktif secara terkendali (terbatas), sementara untuk wilayah kosong ternak harus ada kebijakan untuk pengadaan sapi lokal untuk dikembangbiakkan yang berasal dari wilayah padat ternak. Untuk merealisir kebijakan ini diperlukan dukungan dana dan kelembagaan yang memadai, serta dibarengi dengan pengawalan dan pengawasan yang ketat.

Source: 
  • Selamatkan Sapi Betina Produktif, Oleh: Prof. Dr. Kusuma Diwyanto, Puslitbang Peternakan.
  • http://ift.tt/2EaEMYN;
  • http://ift.tt/2EYx3y2;
  • http://sakadoci.com

Title :Manajemen Reproduksi Agar Sapi Beranak Rutin Setiap Tahun
Link :Manajemen Reproduksi Agar Sapi Beranak Rutin Setiap Tahun

Artikel terkait yang sama:


Artikel Terkait Manajemen Reproduksi Agar Sapi Beranak Rutin Setiap Tahun :